primaradaio.co.id – Jangan main hakim sendiri. Perkataan ini nampaknya tidak hanya cocok dalam kehidupan bermasyarakat, namun juga berkeluarga. Tak terbilang berapa banyak konflik terjadi bermula dari penghakiman yang terlalu cepat. Nah, inilah 5 bahaya penghakiman dan 5 solusi agar tak terjadi penghakiman yang terlalu cepat.
Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami-istri berlari menuju sekoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari, hanya ada satu tempat. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum sekoci menjauh dan kapal itu benar-benar tenggelam.
Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang si istri teriakkan sebelum tenggelam?”
Sebagian besar murid itu menjawab,
“Aku benci kamu!”
“Kamu tahu aku buta!”
“Kamu egois!”
“Nggak bertanggung jawab!”
“Nggak tahu malu!”
Tapi ada seorang murid yang hanya diam. Guru meminta murid yang diam saja itu menjawab.
Kata si murid,“Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik!'”
Guru itu terkejut dan bertanya, “Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum Pak. Tapi itu yang dikatakan oleh ibu saya sebelum dia meninggalkarena penyakit kronis.”
Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar.”
Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam. Sang suami pulang, membesarkan dan mendidik anak mereka sendirian. Bertahun-tahun kemudian, setelah sang suami meninggal, anak pasangan suami-istri itu menemukan buku harian milik ayahnya. Di sana dia menjumpai kenyataan bahwa, saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kanker ganas dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu,
ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu,
“Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersamamu. Tapi demi anak kita, aku terpaksa, dengan hati menangis, membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”
Kisah menyentuh yang dikirimkan kepada saya oleh seorang kawan di group whatsapp di atas mengajarkan kita untuk tidak terlalu cepat menghakimi orang lain – khususnya pasangan – sebelum kita memahami sebuah cerita secara utuh dan tuntas. Mengapa? Inilah 5 alasannya:
1. Orang kembar pun memiliki keunikan sendiri
Kepala boleh sama berambut – kecuali yang rontok – namun memiliki keunikan dan jalan pikiran sendiri. Tidak ada satu pun manusia yang sama di muka bumi ini, kembar identik sekalipun.
2. Peramal pun bisa meleset
Apalagi kita!
Jangan terlalu cepat berasumsi dan kemudian menginterupsi pasangan. Dalamnya laut bisa diukur, kedalaman hati siapa tahu?
3. Ceritanya belum selesai
Saya bukan tipe orang yang suka membaca melompat-lompat, apalagi tidak menyelesaikan bacaan. Alasan saya sederhana. Saya akan kehilangan detail penting. Meskipun pernah belajar speed reading secara otodidak, untuk mengerti materi – apalagi yang serius – saya tidak akan membacanya dengan ngebut.
4. Jadi orang yang negatif melulu
Penilaian terhadap orang jadi sempit. Jika terlalu berasumsi, kita cenderung mengabaikan hal positif pasangan. “Kok pikiranmu negatif terus?” Bisa jadi itulah yang akan kita terima sebagai feed back.
5. Biang gosip
Jika kita cenderung melihat sisi negatif seseorang, tebak apa yang muncul berikutnya?Penghakiman!
Penghakiman, jika dibuahi, menghasilkan gosip murahan.
Jadi, apa yang seharusnya kita perbuat? Lakukan 5 langkah ini:
1. Cek & Ricek
Masa kalah sama infotaintment?! Salah satu cara ampuh menghindari kesalahpamahan adalah mengecek dari sumber pertama.
2. Guyur dengan pikiran positif
“Papi selalu berpikir positif!” ujar anak saya protes saat saya menanggapi gosip negatif dengan penilaian positif.
Saya memilih untuk salah menilai seseorang dengan hal positif ketimbang salah menghakimi seseorang yang ternyata tidak bersalah.
Bagi saya, kewaspadaan tidak sama dengan kecurigaan.
3. Mengendalikan diri dengan kendali ilahi
Di dalam Kitab Kehidupan, pengendalian diri merupakan buah karakter yang ditempatkan pada bagian akhir. Artinya? Penting sekali! Agar bisa mengendalikan diri – agar tidak cepat berasumsi dan menghakimi – kita perlu berada di bawah kendali ilahi: Sang Pemilik Kehidupan.
4. Dengarkan sebelum minta didengarkan

Kecenderungan untuk minta didengar padahal tidak mau mendengar merupakan ranjau yang siap meledak kapan saja ada pemicunya.
5. Tenangkan diri dengan berdoa
Setiap kali mendengar hal negatif – apalagi kalau menimpa saya – saya berlutut dan minta hikmat serta kekuatan dari Tuhan. It works, my friends. Trust me!
Jika kelima hal di atas kita lakukan secara sadar dan teratur, kesalahan asumsi bisa kita hindari.






